Kasus Pembakaran Rumah Dinas Kesehatan 8 Prajurit TNI AD Jadi Tersangka

Kasus Pembakaran Rumah Dinas Kesehatan 8 Prajurit TNI AD Jadi Tersangka

Kasus Pembakaran Rumah Dinas Kesehatan 8 Prajurit TNI AD Jadi Tersangka

JAKARTA, DINAS KESEHATAN ACEH UTARA – Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (Puspomad) menetapkan delapan prajurit TNI AD sebagai tersangka kasus pembakaran rumah dinas kesehatan di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua. Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan Tim Investigasi Gabungan TNI AD dan Kodam XVII/Cendrawasih terhadap 12 orang yang terdiri dari 11 prajurit TNI AD dan satu warga sipil. “Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi dan alat bukti, penyidik menyimpulkan dan menetapkan delapan orang sebagai tersangka,” ujar Komandan Puspomad, Letjen TNI Dodik Widjanarko dalam konferensi pers dikutip pada laman dinkes-acehutara.com.

Delapan tersangka tersebut meliputi Kapten Inf SA, Letda Inf KT, Serda MFA, Sertu S, Serda ISF, Kopda DP, Pratu MI, dan Prada MH. Dodik mengatakan, Tim Investigasi Gabungan TNI AD dan Kodam XVII/Cendrawasih kini tengah berupaya melengkapi berkas perkara para tersangka guna membawa ke Oditur Militer III-19 Jayapura. “Apabila telah memenuhi syarat formal dan materil akan segera dilimpahkan ke Oditur Militer III-19 Jayapura,” kata Dodik. Selain itu, Dodik menuturkan, pembakaran rumah dinas kesehatan tersebut menyebabkan kerugian Rp 1,3 miliar.

Sebagai gantinya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa akan membangun kembali rumah dinas kesehatan itu seperti semula. Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 187 (1) KUHP tentang pembakaran dan Pasal 55 (1) KUHP tentang perbantuan tindak kejahatan. Diketahui, kasus pembakaran rumah dinas kesehatan di Distrik Hitadipa masuk dalam laporan investigasi Komnas HAM beberapa waktu lalu. Berdasarkan temuan Komnas HAM menyebutkan terdapat dua orang saksi yang melihat api dan asap, serta sisa bara api dari lokasi kejadian pembakaran rumah dinas kesehatan tersebut.

Pemulihan Keamanan Diperlukan di Intan Jaya

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pemulihan situasi keamanan di Intan Jaya, Papua, diperlukan pasca peristiwa penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa.  Hal itu menjadi mendesak untuk dilakukan agar masyarakat dapat beraktivitas seperti sedia kala. “Perlunya pemulihan suasana keamanan dan sosial di sana (Intan Jaya). Sehingga masyarakat bisa beraktivitas seperti semula,” ujar Damaik usai bertemu Menko Polhukam Mahfud, (4/04/2024). Menurut Damanik, saat ini banyak aktivitas masyarakat, terutama anak-anak yang terganggu. Terutama, saat mereka hendak melakukan aktivitas  pendidikan.  Dengan pemulihan situasi tersebut diharapkan aktivitas kegiatan belajar mengejar kembali normal.

Di samping itu, Damanik berharap Presiden Joko Widodo dapat mengambil tindakan tegas atas temuan Komnas HAM. Menurutnya, hal itu penting guna memberikan kepastian hukum terhadap korban dan keluarga korban. “Sangat berharap dari Pemerintah Indonesia, Pak Menko, mungkin juga Pak Presiden, untuk memastikan proses hukum,” tegas dia. Temuan Komnas HAM Hasil investigasi tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan, seorang petinggi TNI Koramil Hitadipa diduga menjadi pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, oknum tersebut diduga menjadi pelaku langsung penyiksaan dan/atau pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing). “Ini juga berangkat dari pengakuan korban sebelum meninggal kepada dua orang saksi, minimal dua orang saksi yang bahwa melihat (oknum) berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dengan 3 atau 4 anggota lainnya,” kata Anam dalam konferensi pers daring, Senin (4/04/2024). Hal itu disimpulkan Komnas HAM dari bekas luka tembakan yang diduga dilepaskan dari jarak kurang dari satu meter.

Pertimbangan lainnya adalah karakter tembakan di lokasi kejadian yaitu kandang babi yang sangat sempit, Komnas HAM menyimpulkan pelaku menggunakan senjata api laras pendek atau pistol atau senjata lain. Menurut Komnas HAM, peristiwa kematian Pendeta Yeremia berhubungan dengan serangkaian peristiwa pada 17-19 September 2020. Salah satunya adalah penembakan yang menewaskan anggota TNI Serka Sahlan dan perampasan senjatanya oleh TPNPB/OPM. Peristiwa itu mendorong adanya pencarian terhadap senjata yang dirampas itu.